Demo image Demo image Demo image Demo image Demo image Demo image Demo image Demo image

segudang pertanyaan

  • Rabu, 01 Desember 2010
  • one_physics
  • Wawan Kurniawan, tokoh kita kali ini, seorang fisikawan. Dia belum pernah habis pikir, bagaimana mungkin dia bisa terlahir menjadi seorang muslim? Dari enam milyar jumlah manusia yang terus bertambah (walaupun misalnya) secara eksponensial, di sinilah dia berada, di Bumi Pertiwi, Indonesia. Hm... memang sih, silsilah keluarganya agak tidak jelas(he he he)... dan dia bertanya-tanya, mungkinkah dia adalah satu per seribu dari keturunan Jengis Khan itu, tersebar dan berkelana di seluruh penjuru Bumi, bukan dengan kuda tapi dengan... Fiat merah? Wawan mulai menebak-nebak sendiri, kejutan apa gerangan yang akan diberikan untuknya dari Sang Maha Kasih apabila dia berdoa demi sebuah Fiat merah... mungkinkah, seperti yang (biasanya) dia alami sendiri selama ini(walaupun, sering juga tidak), dia akan mendapatkan sebuah Lamborghini?
    Wawan belum pernah habis pikir bertanya, dan takjub pada miracles, keajaiban-keajaiban yang dia temukan di dunia. Karena itulah dia berdamai dan bersahabat dengannya. Dia selalu memandang segala sesuatunya dengan positif. Kepercayaannya adalah, selalu ada nilai kebaikan yang muncul dan bersinar bak bintang kejora di langit malam, di antara tumpukan buku-buku apa pun yang dibacanya. Terutama buku kuliahnya. Tidaklah mungkin Griffiths, pengarang buku Listrik Magnet yang terkenal itu, berbohong dan memanipulasi karyanya hingga dari prinsip-prinsip sesederhana bab awal, dia bisa mengembangkannya menjadi suatu rentetan aplikasi menarik dan menggelitik demi kemajuan umat manusia.
    Pukul empat sore. Wawan keluar dari kelas Lab Wisfir nya ( Lab fisika Bumi), sedikit lelah. Dia butuh kopi kali ini... dan sepotong muffin tampaknya boleh juga.
    Jikalau kita memang tak bisa mengandalkan (kadar) pengetahuan kita, maka berpikirlah dengan hati, pikir Wawan. Mulailah merasakan, membaca tanda-tanda yang alam berikan. Lewat debu, lewat hujan es, lewat matahari... dan sesungguhnya apabila kita mau bersabar, hati akan menunjukkan jalan yang terbaik lewat keputusan yang kita ambil.
    Sambil mengunyah muffin di salah satu meja di kantin GKU Barat, Wawan mengerjakan PR Kuantumnya. Siapa yang bisa nyana bahwa goresan penanya bisa bergema hingga ke ujung ruang? Seorang sahabatnya, Rifky, menoleh. Dia menduga pastilah itu Wawan Kurniawan. Memang, begitu mesra dan sayangnya ia pada sahabatnya itu, ia hapal sekali bagaimana bunyi goresan pena wawan . Dia bahkan bisa membedakan mana getaran saat Wawan membuat titik, mana desiran udara saat Wawan membuat koma. Hmm... sayang sekali dia tidak punya data lengkap tentang GKU Barat ini... kalau ada, di waktu luangnya dia mungkin bisa menghitung frekuensi desiran udara oleh Wawan tadi, hi hi hi.
    Ah, Saudaraku! Tepuk Rifky pada pundak Wawan. Wawan tersenyum kalem.
    Segudang pertanyaan yang kembali belum terjawab? Rifky berceloteh. Ya, jawab Wawan. Semakin aku belajar kuantum, semakin aku tidak mengerti.
    Ingatkah kau, Rifky, ketika Einstein muncul dengan begitu memukaunya karena teorinya lebih teliti daripada Newton? Sesungguhnya apabila kita terus bertanya, tak akan ada orang yang kurang pekerjaan di Indonesia ini! Bukankah ilmu-Nya sangat luas? Tak akan habis-habisnya bila kita terus gali. Bayangkan ini, berapa waktu yang kita habiskan untuk tidur, makan, mandi, berjalan dari kampus ke sekolah, dari kelas ke kelas, ditotalkan semua? Sisa waktunya untuk sholat, mengaji, dan akhirnya berpikir dan bertanya-tanya di fisika. Untuk tidur dan deretan pertama itu saja sudah menghabiskan lebih kurang 1/3 umur kita, bersihnya paling juga cuma 1/3 lagi. Dua puluh tahun, Rifky, bagiku baru cukup untuk meyakinkan diriku bahwa aku tidak telmi dan bisa belajar fisika!
    Rifky terbahak-bahak. Memangnya untuk apa yang 1/3 lagi? Tanyanya geli.
    Facebook-an dan menikmati hidup... satu jam belajar saja rasanya kepalaku sudah berasap, kata Wawan cengar-cengir.
    Dari nun jauh sejauh satelit Palapa, misalnya, kita lihat bahwa dunia dan perjalanan mengarunginya terasa begitu indah ketika mendengar bagaimana Rifky dan Wawan bercengkrama. Semoga keindahan ini beresonansi di akhirat kelak. Amin

    0 komentar:

    Posting Komentar

    one_physics (c) Copyright 2010. Blogger template by Blogger
    Sponsored one_physics by - IcHensThea -.