2.1.1 Stress
Stress didefinisikan sebagai gaya per satuan luas. Jadi, ketika sebuah benda diberi gaya, maka stress adalah perbandingan antara gaya dengan luas area dimana gaya tersebut bekerja. Jika gaya bervariasi dari titik ke titik, maka stress juga bervariasi dari titik ke titik, dan besarnya stress di setiap titik ditentukan dengan mengambil elemen kecil infinit dari suatu titik tersebut dan membagi gaya yang bekerja pada area tersebut. Jika gaya yang bekerja pada permukaan memiliki arah yang tegak lurus dengan permukaan tersebut, maka stress yang dihasilkan oleh gaya tersebut disebut stress normal (normal stress). Ketika gaya yang bekerja pada permukaan memiliki arah yang sejajar dengan permukaan tersebut, maka stress yang dihasilkan oleh gaya tersebut disebut stress geser (shear stress). Jika gaya yang bekerja pada suatu permukaan tidak sejajar maupun tidak tegak lurus, maka gaya tersebut dapat diuraikan menjadi komponen-komponen gaya yang sejajar dan tegak lurus terhadap permukaan tersebut.
Jika kita pertimbangkan elemen kecil kubus di dalam suatu benda yang tertekan, seluruh stress bekerja pada enam sisi elemen kubus kecil tersebut, dan stress yang bekerja pada setiap elemen tersebut dapat diuraikan menjadi beberapa komponen (x, y, z). Hal tersebut seperti yang ditunjukkan pada gambar 2.1.
Gambar 2.1 Komponen stress pada permukaan yang tegak terhadap sumbu-x (After Exploration Seismology, 2d ed., by Robert E.Sheriff and Lloyd P.Geldart)
Index -x, -y, dan –z melambangkan sumbu kartesian dan σyx melambangkan stress yang memiliki arah sejajar dengan sumbu-y dan bekerja pada permukaan yang tegak sumbu-x. Stress ini disebut sebagai stress geser. Ketika kedua index sama, maka stress tersebut disebut stress normal (misal σxx). Ketika kedua index berbeda, maka stress tersebut disebut stress geser (misal σyx).
Ketika suatu medium berada dalam keadaan setimbang, maka stress total yang bekerja pada medium tersebut harus sama dengan nol. Hal ini berarti bahwa σxx , σyx dan σzx yang bekerja pada bidang OABC harus sama dan berlawanan arah terhadap stress yang bekerja pada bidang DEFG. Prinsip ini berlaku untuk empat bidang yang lain pada kubus tersebut.
Pada dasarnya pasangan stress geser, seperti σyx, merupakan sebuah pasangan stress yang memiliki kecenderungan untuk memutar elemen kubus tersebut terhadap sumbu sumbu-z, dan besar moment yang dihasilkan oleh stress geser tersebut (misal σyx) adalah
F.l = (σyx.dy.dz).dx (2.1)
Apabila kita meninjau pasangan stress geser yang bekerja pada empat bidang yang lain maka kita akan melihat bahwa pasangan stress geser tersebut akan memiliki besar yang sama dan arah yang berlawanan seperti yang dialami oleh pasangan stress σyx dan σxy. Ketika elemen tersebut dalam keadaan setimbang, maka stress total harus sama dengan nol. Maka secara umum, akan kita peroleh hubungan
σij = σji (2.2)
2.1.2 Strain
Ketika stress bekerja pada sebuah benda elastis, maka benda tersebut akan mengalami perubahan bentuk dan ukuran. Perubahan ini disebut sebagai strain, dan dapat diselesaikan dengan tipe tertentu.
Perhatikan sebuah segi empat PQRS yang terletak pada bidang-xy (lihat gambar 2.2). Pada stress bekerja pada bidang tersebut, maka P berpindah menuju P’, PP’ memiliki komponen-komponen u dan v. Asumsi bahwa u = u(x,y), v = v(x,y). Kemudian koordinat PQRS dan P’Q’R’S’ masing-masing adalah
Gambar 2.2 Analisis strain dua dimensi strain (After Exploration Seismology, 2d ed., by Robert E.Sheriff and Lloyd P.Geldart)
Pada umumnya u dan v sangat kecil bila dibandingkan dengan dx dan dy. Sehingga kita dapat mengabaikannya. Dengan asumsi ini, maka dapat kita lihat bahwa
(1) Panjang PQ bertambah sebesar dan panjang PS bertambah sebesar ; karenanya dan adalah fraksi pertamabahan panjang sejajar masing-masing sumbu.
(2) Sudut infinitesimal δ1 dan δ2 sama dengan dan
(3) Sudut apit pada titik P berkurang sebesar ( δ1 + δ2 ) = ( + )
(4) Persegi panjang secara keseluruhan berotasi berlawanan arah jarum jam sebesar ( δ1 - δ2 ) = ( - )
Strain didefinisikan sebagai perubahan relatif (fraksi perubahan) dimensi atau bentuk suatu benda. Besaran dan adalah pertambahan panjang relatif pada arah x dan y dan sering disebut sebagai strain normal (normal strain). Besaran (+) jumlah pengurangan sudut apit ketika stress diaplikasikan dan sering disebut sebagai strain geser (shearing strain). Besaran (-) bukan dikenal sebagai strain. Besaran tersebut merepresentasikan rotasi dari benda elastis terhadap sumbu-z. Maka besaran tersebut kita notasikan θz.
Dengan memperluas analisis di atas pada ruang tiga dimensi, kita dapat menuliskan (u,v,w) sebagai komponen-komponen perpindahan titik P(x,y,z). Maka kita akan peroleh strain-strain dasar sebagai berikut
Strain normal :
(2.3)
Strain geser :
(2.4)
Kemudian, besar sudut rotasi benda terhadap sumbu-sumbu rotasi (sumbu-x,-y,-z) dalam koordinat tiga dimensi adalah
(2.5)
Persamaan (2.5) dapat dituliskan dalam bentuk vektor
(2.6)
dimana vektor perpindahan titik P(x,y,z)
Perubahan dalam hal dimensi diberikan oleh strain normal yang merupakan perubahan volume ketika benda diberi stress. Perubahan volume per satuan volume disebut sebagai dilatasi dan direpresentasikan oleh Δ. Jika kita misalkan suatu balok dengan panjang sisi-sisinya sebelum diberi stress adalah dx, dy, dan dz, dan setelah diberi stress sisi-sisinya bertambah menjadi dx(1+εxx), dy(1+εyy), dan dz(1+εzz), maka pertambahan volume dapat didekati dengan (εxx+εyy+εzz)dxdydz. Ketika volume awal adalah dxdydz, maka dilatasi adalah
Δ= εxx+εyy+εzz= (2.7)
2.1.3 Hukum Hooke
Untuk menentukan strain suatu benda elastis dari stress yang diketahui, maka kita harus mengetahui hubungan antara strain dan stress. Ketika strain yang terjadi sangat kecil, maka hubungan ini diberikan oleh hukum Hooke. Hukum Hooke ini memiliki hubungan yang sangat rumit, tetapi ketika mediumnya bersifat isotropis, maka hukum Hooke dapat diekspresikan sebagai berikut
(2.8)
i,j = x,y,z ij, (2.9)
Konstanta λ dan μ adalah konstanta Lame. Jika kita menuliskan εij = (σij /μ), maka kita dapat lihat bahwa ketika εij menjadi lebih kecil, maka μ menjadi lebih besar. Di sini μ adalah suatu ukuran tingkat kesulitan suatu benda untuk mengalami perubahan bentuk (pergeseran) ketika suatu stress geser bekerja pada benda tersebut. Hukum Hooke memberikan hubungan yang linear antara stress dan strain.
2.1.4 Konstanta elastik
Berdasarkan persamaan-persamaan di atas maka kita dapat menetukan beberapa konstanta elastis untuk mendeskripsikan karakter elastis dari suatu medium. Beberapa konstanta elastis tersebut adalah E (modulus young), Poisson’s ratio (σ), dan modulus bulk (k).
Untuk mendefinisikan konstanta-konstanta elastis tersebut maka kita pertimbangkan bahwa seluruh stress yang bekerja pada medium adalah nol, kecuali σxx. Asumsikan σxx bernilai positif. Maka dimensi yang sejajar dengan σxx akan bertambah dan dimensi yang tegak lurus terhadap σxx akan berkurang. Hal ini berarti bahwa εxx bernilai positif ketika εyy dan εzz bernilai negatif. Perlu diketahui bahwa εyy = εzz. Sekarang kita definisikan E dan σ dengan hubungan
E = σxx /εxx , (2.10)
σ = -εyy / εxx = - εzz / εxx (2.11)
Tanda minus dimasukkan untuk membuat E dan σ menjadi positif. Untuk mendifinisikan k, kita pertimbangkan suatu elemen volume benda berada dalam tekanan hidrostatis. Hal tersebut equivalen dengan
σxx = σyy = σzz = -P ; σxy = σyz = σzx = 0,
Kemudian, k didefinisikan sebagai perbandingan antara stress dengan dilatasi,
k = -P / Δ (2.12)
Dengan mensubstitusikan persamaan di atas ke dalam hukum Hooke, maka kita akan mendapatkan hubungan antara E, k, σ, dan konstanta lame (μ, λ) sebagai berikut
(2.13)
(2.14)
(2.15)
Dengan melakukan eliminasi dan substitusi dari beberapa persamaan di atas, kita akan memperoleh satu konstanta sebagai fungsi dari dua konstanta yang lain.
2.1.5 Energi strain
Ketika sebuah medium elastik mengalami deformasi, maka usaha akan dilakukan untuk melakukan deformasi tersebut, dan hal ini equivalen dengan sejumlah energi akan disimpan pada medium tersebut. Energi tersebut berhubungan dengan propagasi gelombang elastik pada medium tersebut.
Jika stress σxx menghasilkan perpindahan (strain) εxx, kita asumsikan bahwa stress tersebut bertambah secara linear dari nol sampai σxx dan rata-rata stress adalah (½)σxx. Jadi
E = usaha yang dilakukan per satuan volume
= energi per satuan volume
= (½)σxx. εxx
Jumlahkan seluruh usaha yang dilakukan oleh semua stress pada setiap permukaan medium dan dengan menggunakan persamaan (2.8) dan (2.9)
E =
(2.16)
2.2Gelombang Seismik
2.2.1Persamaan gelombang elastik
Sampai saat ini kita hanya mempertimbangkan sebuah medium dalam keadaan statik. Sekarang kita akan mencoba menghilangkan batasan ini dan melihat kasus yang lebih umum, yaitu stress yang bekerja pada setiap permukaan medium tidak berada dalam keadaan setimbang. Pada gambar 2.1 sekarang kita asumsikan stress yang bekerja pada permukaan belakang adalah seperti yang ditunjukkan pada gambar, tetapi stress yang bekerja pada permukaan belakang adalah
Stress yang bekerja pada permukaan belakang dan permukaan depan memiliki arah yang saling berlawanan arah. Sehingga stress total yang dihasilkan adalah
Stress tersebut bekerja pada suatu area dengan luas dydz dan volume dxdydz. Maka kita dapat memperoleh gaya persatuan volume pada elemen medium tersebut pada arah sumbu-x,-y, dan –z yang dapat diekspresikan dengan
Hukum Newton II tentang gerak menyatakan bahwa jika gaya bekerja pada suatu benda bermassa, maka benda tersebut akan mengalami percepatan. Gaya tersebut adalah massa benda tersebut dikali dengan percepatannya. Jadi kita akan mendapatkan persamaan gerak sepanjang sumbu-x elemen medium tersebut adalah
=total gaya per satuan volume arah sumbu-x pada elemen medium (2.17)
dimana ρ adalah densitas (diasumsikan konstan). Persamaan yang sama dapat diturunkan untuk gerak sepanjang sumbu-y dan –z.
Persamaan (2.17) menghubungkan perpindahan dengan stress. Dengan menggunakan hukum Hooke yang menghubungkan antara stress dan strain, maka kita akan peroleh hubungan antara perpindahan dan strain. Kemudian untuk mengekspresikan hubungan antara perpindahan dengan strain, maka kita gunakan persamaan (2.3), (2.4), (2.7), (2.8), dan (2.9). Jadi
(2.18)
Dengan mengunakan analogi, kita dapat menurunkan bentuk persamaan yang sama untuk v dan w sebagai berikut
(2.19)
(2.20)
Untuk mendapatkan persamaan gelombang, kita differensialkan persamaan (2.18), (2.19), dan (2.20) terhadap x, y, dan z. Kemudian jumlahkan hasil yang diperoleh dari ketiga persamaan tersebut.
maka
atau
(2.21)
Dimana
(2.22)
Dengan mensubstrak turunan persamaan (2.19) terhadap z kemudian dikurangi dengan turunan dari persamaan (2.20) terhadap y, maka akan kita peroleh
jadi
Dengan menggunakan analogi yang sama, maka kita akan memperoleh bentuk persamaan yang sama untuk θy dan θz.
Jika , maka akan kita peroleh
(2.23)
(2.24)
Persamaan gelombang tersebut juga dapat diperoleh dengan metoda vektor.
(2.25)
Jika kita ambil curl dari persamaan (2.25), maka kita akan memperoleh persamaan (2.24). Jika ambil divergensi dari persamaan (2.25) dan menggunakan persamaan (2.7) untuk mendefinisikan Δ, maka kita akan memperoleh persamaan (2.21). α adalah simbol untuk kecepatan gelombang-P dan β adalah simbol untuk kecepatan gelombang-S.
2.2.2Metode Akuisisi Seismik Refleksi
Saat ini metode akuisisi yang biasa digunakan adalah metode dengan menggunakan multi-coverage data acquisition. Hal ini merupakan suatu usaha dari beberapa perusahaan penyedia jasa untuk meningkatkan kualitas image di bawah permukaan. Penggunaan metode ini pada akuisisi seismik refleksi biasanya dilakukan secara berulang, sehingga satu titik refleksi dapat diiluminasi oleh beberapa pasangan source dan receiver. Hasilnya, akan didapatkan beberapa pasangan source dan receiver untuk satu titik CMP dalam data 2D. Data multicoverage ini dimanfaatkan oleh semua metoda imaging, untuk dikumpulkan menjadi kumpulan data dari common cause. Kemudian dipetakan ke posisi sebenarnya, menjadi satu kumpulan data Zero Offset (simulasi ZO) yang lebih mudah untuk di-intepretasi
2.2.2.1 Common Midpoint (CMP)
Mayne (1962) memperkenalkan metode Common Reflection Point untuk akuisisi dan pengolahan data. Pemakaian pertama kalinya dilakukan pada pengolahan data dengan menggunakan redundancy atau perulangan data seismik. Rasio sinyal terhadap noise ditingkatkan dengan penjumlahan konstruktif dari event reflektor dan penjumlahan destruktif dari noise yang tidak koheren. Model kecepatan untuk stacking ini akan didapatkan dari data CMP gather.
Terminologi CMP dan CRP sebenarnya berbeda. CMP dan CRP akan mempunyai terminologi yang sama pada kasus lapisan horizontal saja. Pada kasus lapisan miring, kedua terminologi ini berbeda. Dalam tulisan ini akan dipakai terminologi CMP, dimana CMP gather diurutkan dari data yang berada pada titik tengah source dan receiver. Dengan terminologi ini, CMP gather tidak dapat diasosiasikan dengan titik reflektor di bawah permukaan.
Pada akuisisi seismik 2D, source dan receiver ditempatkan dalam satu garis lurus. Posisi CMP didefinisikan sebagai titik tengah antara source dan receiver. Posisi midpoint xm di lintasan seismik dihitung dari posisi source xs dan receiver xg , dengan persamaan;
(2.26)
Pasangan source dan receiver dari posisi CMP yang sama dikumpulkan dalam satu CMP gather. Jarak antara source dan receiver disebut offset, titik tengah antara jarak tersebut didapat dari persamaan;
(2.27)
Pada medium dengan lapisan horizontal dan kecepatan konstan, CMP gather merupakan kumpulan ray yang berasal dari satu titik reflektor. Geometri dari ray yang dikumpulkan dalam satu CMP gather untuk reflektor datar diperlihatkan pada Gambar 2.3.
Gambar 2.3 Ray geometri dari common mid point (CMP) gather untuk lapisan datar
Pada Gambar 2.3 terlihat bahwa data diurutkan dalam CMP gather, sehingga CMP gather mengandung data yang berulang untuk tiap titik. Jika model pada gambar 2.3 adalah model dengan kecepatan konstan, traveltime t(h) dari CMP gather sepanjang lintasan dari sumber ke penerima adalah sebagai berikut
(2.28)
Dimana h adalah setengah jarak dari sumber ke penerima (half offset), v adalah kecepatan medium di atas reflector, dan t0 adalah waktu tempuh zero offset. Untuk sebuah reflector datar seperti yang diilustrasikan pada gambar 2.3, persamaan (2.28) menggambarkan sebuah kurva hyperbola dengan apexnya pada trace zero offset pada bidang two-way-time-versus-offset (Yilmaz, 1987). Sebuah CMP gather yang diilustrasikan gambar 2.4 menunjukkan event hyperbolic yang diasosiasikan dengan model pada gambar 2.3 dan persamaan (2.28)
Gambar 2.4 Sebuah sisi tunggal dari CMP gather yang diasosiasikan dengan geometri pada gambar 2.3. Dimana x=2h
Hal ini merupakan dasar proses stack selama data yang berulang itu mengandung informasi dari satu titik refleksi yang sama untuk selanjutnya dijumlahkan secara konstruktif sehingga didapatkan data dari satu titik refleksi dengan kualitas rasio sinyal terhadap noise yang lebih baik.
Gambar 2.5 Geometri CMP gather di reflektor yang memiliki dip
Pada Gambar 2.5 diperlihatkan geometri ray untuk reflektor miring. Pada kasus dengan reflektor miring, CMP gather tidak dapat lagi digunakan karena titik pada setiap pasangan sumber dan penerima tidak berada pada satu titik refleksi yang sama,sehingga ketika setiap refleksi dikumpulkan pada CMP gather dan melakukan penjumlahan trace seismik masih ada kesalahan yang harus dikoreksi lebih lanjut.
2.2.2.2 Analisis Kecepatan
Analisis kecepatan merupakan satu proses yang berkaitan erat dengan koreksi NMO. Analisis kecepatan dilakukan untuk mendapatkan kecepatan stacking. Koreksi NMO dilakukan dengan menggunakan kecepatan NMO hasil dari analisis kecepatan yang dilakukan pada CMP Gather. Analisis kecepatan dilakukan dengan analisis koherensi dari test hyperbolas yang dikorelasikan dengan data pengukuran seperti yang diperlihatkan pada Gambar 2.6. Pada umumnya analisa kecepatan dilakukan secara interventif dengan memilih pasangan waktu zero offset dan kecepatan NMO yang memiliki koherensi paling tinggi.
Gambar 2.6 Analisa Koherensi dengan menggunakan semblance (Yilmaz, 2001)
Kriteria korelasi koherensi yang umum dipakai dalam analisa kecepatan adalah kriteria semblance dari Taner dan Koehler (1969), persamaan dari kriteria semblance ini diberikan oleh persamaan berikut:
(2.29)
Dalam hal ini fi,t(i) adalah amplitudo dari trace ke-i pada waktu tempuh t(i) dan N adalah jumlah trace.
2.2.2.3 Koreksi Normal Moveout (NMO)
Pada kasus sederhana medium 2 lapis dengan kecepatan konstan, seperti dalam Gambar 2.1 raypath SRG akan memiliki fungsi waktu tempuh sebagai berikut:
(2.30)
Pada fungsi tersebut, h adalah half offset antara S dan G, v adalah kecepatan medium dan t0 adalah waktu tempuh zero offset. Waktu tempuh t(h) adalah waktu tempuh dengan fungsi offset. Beda waktu tempuh antara t(h) dan t(0) dinamakan ΔtNMO atau biasa dikenal sebagai koreksi NMO. Koreksi NMO adalah koreksi waktu tempuh karena pengaruh offset. Penyederhanaan yang dilakukan untuk mengembalikan waktu tempuh t(h) menjadi waktu tempuh zero offset, dilakukan melalui koreksi dengan persamaan berikut:
(2.31)
Persamaan (2.30) hanya sesuai dengan kasus sederhana medium dua lapis sedangkan untuk medium yang lebih kompleks persamaan ini tidak lagi sesuai. Namun demikian persamaan (2.30) masih bisa digunakan untuk menurunkan persamaan waktu tempuh untuk medium yang lebih kompleks.
Tanner dan Koehler (1969) merumuskan formulasi waktu tempuh untuk kasus medium berlapis horizontal dengan asumsi kecepatan konstan untuk setiap lapisan. Fungsi waktu tempuh karena pengaruh offset menjadi sebagai berikut:
(2.32)
C2 dan C3 adalah fungsi dari tebal lapisan dan kecepatan interval tiap medium. Kecepatan Root Mean Square (RMS) didapatkan dari persamaan berikut:
(2.33)
Dalam persamaan tersebut, Δti(0) adalah waktu tempuh bolak-balik yang melalui lapisan ke-ith , vi adalah kecepatan lapisan ke-ith .
Untuk model 2D yang memiliki kemiringan dip Φ seperti pada Gambar 2.2, Levin (1971) menurunkan fungsi waktu tempuh terhadap offset untuk model di atas, melalui persamaan berikut:
(2.34)
Kecepatan NMO diturunkan dari persamaan kecepatan sebagai berikut:
(2.35)
Kecepatan NMO pada lapisan miring disebut sebagai apparent velocity atau stacking velocity. Sudut Φ menyebabkan kurva waktu tempuh menjadi lebih datar daripada waktu tempuh untuk lapisan horizontal, sehingga ketika melakukan analisis kecepatan untuk mendatarkan lapisan tersebut dalam koreksi NMO, kecepatan yang digunakan akan selalu lebih besar dari kecepatan sebenarnya. Dengan kata lain, kecepatan NMO akan selalu lebih besar daripada kecepatan interval medium. Inversi kecepatan yang didasarkan pada perpindahan ini akan menghasilkan kecepatan medium apparent yang lebih tinggi daripada kecepatan medium yang sebenarnya sehingga pada kasus seperti ini koreksi NMO masih akan menyisakan residual NMO. Pada kasus lapisan horizontal, kecepatan NMO atau kecepatan stacking akan sama dengan kecepatan RMS.
Hubral dan Krey (1980) menurunkan formulasi waktu tempuh untuk model lapisan miring planar dan model lapisan yang melengkung. Semua persamaan fungsi waktu tempuh bisa dituliskan dalam bentuk seperti persamaan (2.35), tergantung pada kompleksitas dari model bawah permukaan. Mengingat model bawah permukaan yang semakin kompleks maka parameter yang harus dimasukkan dalam persamaan akan menjadi lebih banyak seperti parameter emergence angle, kecepatan interval, dan kelengkungan dari reflektor. Secara umum penggunaan koreksi NMO dalam data CMP gather senantiasa membutuhkan penentuan kecepatan NMO.
Jika model kecepatan tersedia, koreksi NMO dapat dilakukan untuk seluruh trace. Koreksi NMO akan menghasilkan data yang menerus sepanjang waktu tempuh zero-offset karena even refleksi akan diflatkan oleh koreksi ini. Stacking CMP dilakukan dengan penjumlahan horizontal untuk semua trace dalam satu CMP gather menjadi Zero Offset. Proses pengumpulan trace ZO inilah yang kemudian menjadikan proses ini dinamakan dengan simulasi ZO.
Gambar 2.7 Smearing dari titik Refleksi di satu CMP gather
Dengan melakukan penjumlahan ini, maka random noise dapat dihilangkan, dan rasio sinyal terhadap noise akan ditingkatkan. Namun untuk kasus reflektor yang memiliki kemiringan seperti terlihat pada Gambar 2.7, dimana SRG adalah lintasan ray untuk lapisan miring, M adalah titik tengah antara sumber (S) dan penerima (G) dimana R0 merupakan refleksi yang terjadi pada ZO untuk asumsi CMP gather, MC adalah titik di permukaan dimana R merupakan refleksi yang terjadi pada ZO dalam kondisi sebenarnya, L merupakan perbedaan jarak antara refleksi asumsi CMP (R0) dengan refleksi sebenarnya (R). Terlihat bahwa geometri ray untuk satu CMP gather tidak lagi menjadi satu titik, tetapi tersebar. Oleh karena itu, jika stacking dilakukan dalam CMP gather, maka sebenarnya dilakukan penjumlahan dari titik reflektor yang berbeda. Untuk kasus model dengan reflektor yang memiliki kemiringan, akan ditemui residual NMO yang masih harus dikoreksi lebih lanjut.
2.2.2.4 Stacking
Stacking merupakan penjumlahan trace dalam satu data gather yang bertujuan untuk mempertinggi S/N ratio, karena sinyal yang koheren akan saling memperkuat, dan noise yang tidak koheren akan saling menghilangkan. Stacking biasanya dilakukan pada CDP tertentu, dimana trace yang tergabung pada satu CDP dan telah di NMO dijumlahkan untuk mendapatkan satu trace yang lebih tajam dan noise yang inkoheren telah ditekan. Gambar 2.8 menunjukkan bagaimana proses stacking dilakukan dan dapat menekan noise yang inkoheren.
`
Gambar 2.8 Proses Stacking (Yilmaz, 2001)
Pada Gambar 2.8 (kiri) merupakan model geologi dua lapis datar, garis tegas merupakan refleksi pada lapisan kedua sedangkan garis putus merupakan multiple periode pendek yang tidak diharapkan dimana waktu tempuh antara refleksi ke 2 dan multiple tiba hampir secara bersamaan. Data yang didapatkan diperlihatkan oleh Gambar 2.8 (tengah). Ketika dilakukan koreksi NMO maka even refleksi akan menjadi datar sedangkan multiple periode pendek akan tetap miring karena kecepatan multiple yang lebih rendah dibandingkan dengan kecepatan medium, sehingga pada waktu melakukan stacking, even reflektor akan menjadi koheren yang semakin kuat sedangkan multiple periode pendek akan ditekan karena tidak koheren seperti terlihat pada Gambar 2.8 (kanan).
2.2.3Multiple
Data seismik diperoleh dengan menggunakan sumber energi untuk menghasilkan gelombang elastik yang dipantulkan kembali ke penerima (receiver) di atas struktur perlapisan. Sebuah contoh sederhana dari geometry akuisisi data seismik, dengan satu sumber dan sepasang receiver adalah seperti ditunjukkan pada gambar 2.9
Gambar 2.9 Geometri akuisisi data seismic dan refleksi primer
Refleksi primer adalah gelombang seismik yang hanya dipantulkan sekali pada muka lapisan sebelum gelombang tersebut tiba di penerima (receiver). Refleksi primer tersebut yang kita butuhkan untuk menentukan informasi seperti kecepatan dan identifikasi struktur lapisan bawah permukaan. Teknik pencitraan seismik dikembangkan berdasarkan refleksi primer.
Bagaimanapun, selain refleksi primer, receiver juga menangkap refleksi multiple, dimana refleksi tersebut dipantulkan di antara subsurface lebih dari sekali sebelum akhirnya refleksi tersebut diterima oleh receiver di permukaan. Refleksi multiple sering mengalami interferensi destruktif dengan refleksi primer dan pada akhirnya menghasilkan citra seismik yang kurang baik. Menghilangkan multiple dari seismogram refleksi adalah permasalahan yang sangat penting dalam geofisika eksplorasi. Multiple sering menimbulkan efek yang dramatis khususnya pada survey seismik laut karena perbedaan impedansi yang sangat kontras antara air dan udara yang nilainya mendekati -1. Jika medium di bawah air (water bottom) adalah solid, maka lapisan air dapat merangkap energi antara permukaan air dan batas bawah dari medium air. Pada kasus ini, refleksi multiple akan lebih kuat dibandingkan refleksi primer. Energi yang terperangkap yang berhubungan dengan multiple termasuk dalam revibrasi kolom air (water-column reverberations) (gambar 2.10) dan pegleg multiple (gambar 2.11). tipe lain dari multiple adalah interbed multiple, yang ditunjukkan pada gambar 2.12, dimana dapat terjadi pada lingkungan garam.
visitors
About Me
my arsip
-
Sumber daya alam khususnya minyak bumi ( hydrocarbon ) adalah sumber daya energi yang paling dicari dan dibutuhkan oleh umat m...
-
Kebutuhan listrik masyarakat belakangan ini sudah melebihi kapasitas yang telah disediakan oleh Perusahaan Listrik Negara (PLN). Pasokan li...
-
2.1.1 Stress Stress didefinisikan sebagai gaya per satuan luas. Jadi, ketika sebuah benda diberi gaya, maka stress adalah perbandingan anta...
-
Migrasi merupakan tahap akhir yang dilakukan dalam pengolahan data seismik yang bertujuan untuk memindahkan seismik miri...
-
PENINGKATAN EFISIENSI DAN INTENSITAS CAHAYA DENGAN MENGGUNAKAN LAMPU LED BERENERGI TINGGI PADA STADION SEPAK BOLA 1. Latar belakang ...
-
RADIO Sistem-sistem pemancaran ada 2, yaitu: SISTEM AM (AMPLITUDO MODULASI) Pemancar pada umumnya menghasilkan frekuensi tinggi (high fre...
-
Bidang keahlian geofisika memiliki beberapa metode yang dapat digunakan untuk memetakan kondisi bawah permukaan bumi. Salah satu metode ...
-
POLUSI CAHAYA Polusi cahaya adalah salah satu jenis polusi. Definisi dari polusi cahaya adalah "dampak buruk akibat cahaya buatan ma...
-
1. Tahap Eksplorasi 1.1. Lingkungan Terdapatnya Minyak dan Gas Bumi Hampir sebagian besar minyak dan gas bumi ditemukan pada lapisan ba...
-
Tulisan sederhana ini di buat berdasarkan pengalaman beberapa sumber yang telah mengikuti beberapa seleksi penerimaan karyawan terutama di...
Entri Populer
-
Sumber daya alam khususnya minyak bumi ( hydrocarbon ) adalah sumber daya energi yang paling dicari dan dibutuhkan oleh umat m...
-
Kebutuhan listrik masyarakat belakangan ini sudah melebihi kapasitas yang telah disediakan oleh Perusahaan Listrik Negara (PLN). Pasokan li...
-
2.1.1 Stress Stress didefinisikan sebagai gaya per satuan luas. Jadi, ketika sebuah benda diberi gaya, maka stress adalah perbandingan anta...
-
Migrasi merupakan tahap akhir yang dilakukan dalam pengolahan data seismik yang bertujuan untuk memindahkan seismik miri...
-
PENINGKATAN EFISIENSI DAN INTENSITAS CAHAYA DENGAN MENGGUNAKAN LAMPU LED BERENERGI TINGGI PADA STADION SEPAK BOLA 1. Latar belakang ...
-
RADIO Sistem-sistem pemancaran ada 2, yaitu: SISTEM AM (AMPLITUDO MODULASI) Pemancar pada umumnya menghasilkan frekuensi tinggi (high fre...
-
Bidang keahlian geofisika memiliki beberapa metode yang dapat digunakan untuk memetakan kondisi bawah permukaan bumi. Salah satu metode ...
-
POLUSI CAHAYA Polusi cahaya adalah salah satu jenis polusi. Definisi dari polusi cahaya adalah "dampak buruk akibat cahaya buatan ma...
-
1. Tahap Eksplorasi 1.1. Lingkungan Terdapatnya Minyak dan Gas Bumi Hampir sebagian besar minyak dan gas bumi ditemukan pada lapisan ba...
-
Tulisan sederhana ini di buat berdasarkan pengalaman beberapa sumber yang telah mengikuti beberapa seleksi penerimaan karyawan terutama di...
0 komentar:
Posting Komentar